Hai, Saya Anto Agung Pratama !
Panggil saja Anto atau mbaheariel atau si Tampan haha, Happy Blogging! ^_^
Write as 'Crazy' as you can !
4 Tahun sudah saya merantau dari Nganjuk ke Tangerang Selatan. Tahun 2010 silam, ketika saya baru lulus dari SMA dan masih unyu unyu banget,
seorang kerabat dekat menawari saya sebuah pekerjaan, saat itu saya
blas nggak kepikiran untuk merantau dan bekerja keluar daerah, tapi
berkat campur tangan bapak saya, beberapa hari setelah tawaran datang
saya langsung berangkat ke kota tempat tinggal saat ini, Tangerang
Selatan.
"Kanjeng Nabi Muhammad wae kudu hijrah soko
mekkah nyang medinah kanggo ngubah islam dadi madani, kanggo ngubah
mekkah sing isek peteng dhedhet." begitu ucapan bapak saya beberapa saat setelah saya ditawari pekerjaan.
Kalem, tukang bercanda tapi to the point
kalo ngomong, begitulah sifat yang saya kenal dari bapak saya. Sebelum
merantau, saya ini tipikal orang yang pendiam dan nggak banyak ngomong,
bahkan dengan bapak ibu saya. Kalo dipikir-pikir, tingkah saya aneh
banget waktu itu, sama bapak ibu jarang ngobrol, komunikasi sangat
terbatas padahal masih hidup berdampingan, obrolan agak panjang paling
banter cuma buat minta bayaran uang sekolah. Kampret banget kan saya ?
Tapi
Gusti Allah memang Maha Adil, dengan segala sifat buruk dan kekurangan
saya, saya ditempatkan dalam keluarga yang bisa mengatur sifat saya. Ibu
saya contohnya, biarpun tiap hari ngomel dar-der-dor kayak senapan
mesin yang bikin sekujur tubuh gatal gatal, tapi nggak pernah sampai
'main tangan' meskipun dalam kondisi marah semarah marahnya. Bapak saya
lebih unik lagi, jarang marah dan lebih ngarahin saya kepada sesuatu
yang bermanfaat, contohnya, sebelum SMA, badminton adalah olahraga aneh
bagi saya, tapi begitu masuk SMA dan bergabung dengan ekstrakurikuler
badminton, wah dapet banyak temen disana, dan bapak saya selalu
mendukung apapun kegiatan saya. Dan 'one of my memorable moments' adalah
ketika saya beli gitar seharga 200.000 rupiah yang membuat saya
diomeilin abis-abisan oleh ibu saya, tapi bapak saya dengan kalem dan
santai saja ngeliat tingkah saya.
"Beli gitar mahal mahal buat apa, kalo lapar makan aja itu gitar" memorable omelan ibu saya.
Jaman
SMA dulu, saya termasuk orang yang ikut banyak kegiatan, mulai dari
kemah pramuka (biarpun cuma 2 kali), kemah gabungan, diklat OSIS,
padahal saya bukan bagian dari pengurus OSIS, latihan badminton 2 kali
seminggu, ngelayap sono sini, berangkat pagi pulang maghrib, dan yang
bikin saya enjoy ngejalanin banyak kegiatan itu ya karena ada ijin,
utamanya bapak saya.
Selain pengarah sekaligus
penasehat, bagi saya sosok bapak juga menjadi mentor dan tolok ukur
untuk menjalani kehidupan saya yang masih dini. Kenapa saya sebut dini ?
Jujur, perubahan terbesar saya setelah merantau adalah intensifnya
komunikasi antara saya dengan kedua orangtua saya. Setiap kali ada
permasalahan yang kiranya berat untuk saya selesaikan sendiri, saya
selalu menelepon orangtua untuk sekedar minta saran. Kuliah contohnya,
sebelum memasuki dunia perkuliahan di awal tahun 2013 saya sudah jauh
jauh hari berkonsultasi dengan orangtua, bahkan semenjak pasca Idul
Fitri 2012. Di tahun itu saya menjadi pihak pesakitan karena tidak mudik
saat lebaran, hasilnya saya baru bisa mudik 2 minggu setelah lebaran.
Obrolan-obrolan
dengan orangtua saya begitu adem dan enak didenger saat itu, bahkan
sampai saat ini masih terngiang saran bapak saya waktu itu.
"Umurmu
sudah 20 tahun, bapak kira sudah cakaplah kamu untuk menentukan pilihan
masalah kuliah atau tidak. Bapak kan cuma lulusan SD, jadi blas nggak
mudeng dengan kuliah. Kamu bilang biaya akan kamu tanggung dengan hasil
kerjamu, tidak usah khawatir, kalau ada kekurangan biaya ngomong saja,
akan bapak usahakan"
Mak nyess saya dengernya waktu itu, dan jadilah saya masuk dunia perkuliahan.
Lagi lagi Gusti Allah memang Maha Adil, buktinya 2 tahun belakangan ini saya diberi kesempatan untuk bisa mudik saat lebaran. Syukurnya lagi, obrolan saya dengan bapak ibu saya terasa lebih cair, sebelumnya hanya bapak saya yang dengan bengis melemparkan candaan kepada saya perihal kapan nikah dan ngasih cucu, belakangan ibu saya juga tak kalah bengis kala melempar candaan, menghadapi mereka, aku yang lemah ini bisa apaaaa ?
"Memuliakan orangtuamu itu ibarat kamu sedang membuat ranjang tempatmu tidur, tak usah kamu pikirkan bagaimana nanti bentuk kolongnya, bagus atau tidak kolongnya, pikirkan saja bagaimanan memperindah ranjangmu. Maka muliakan saja orangtuamu, maka Gusti Allah yang akan menyiapkan 'kolongmu' dan memuliakanmu" -Bapak Saya-
Idul Fitri 1434 H |
Hai, Terima kasih sudah sudi meluangkan waktu kalian membaca tulisan di blog ini. Apabila kalian membaca ini berarti kalian telah sampai di ujung tulisan, monggo mampir dan silaturrahmi lewat kolom komentar. ^__^ \m/
Serius terenyuh dengan statement terakhir dari bapakmu... salam kenal adib cah Nggondang asli @NganjukKotaBayu (twitter)
BalasHapusmatur suwun mas, biarpun lebih sering becandanya tapi bapak emang jempolan kalo udah nasehatin.
HapusSalam, aku asli mBagor
*tissue mana tissuee* hikz....
BalasHapussalam kenal, ini kunjungan perdana saya :)
*nyodorin tissu* duh jadi melow gini.
Hapus