Hari minggu 15 Maret 2015 lalu, seperti biasanya saya menyempatkan diri
mengayuh sepeda fixie saya untuk berkeliling di sekitaran lapangan
Kantor Walikota Tangerang Selatan. Pagi itu suasana di lapangan normal,
banyak orang mengelilingi lapangan untuk jogging, di pinggir lapangan
ada yang tengah push up, tapi pagi itu saya tertarik dengan keriuhan
yang dibuat anak-anak yang tengah berlari kesana kemari mengejar bola
dengan begitu gembiranya.
Ingatan saya tiba-tiba terbang dan membawa saya 'pulang kampung', samar-samar terlihat diri kecil saya tengah bermain di tanah lapang yang berada di dekat surau bersama dengan teman masa kecil yang masih bisa saya kenali satu persatu meskipun suda lebih dari 15 tahun telah berlalu. Senyum dan seringai mereka tak berbeda dengan anak-anak yang tengah bermain di lapangan kantor walikota, yang membedakan kami dengan mereka hanyalah waktu lahir kami yang lebih dahulu dan terpaut hampir dua dekade.
Saya masih duduk di bawah pohon kelapa di samping sepeda fixie saya ketika lamunan membawa saya merasakan kembali betapa bahagianya hati saya ketika mendapatkan sepeda pertama saya (Nganjuk 1998), usia saya baru menginjak 5 tahun saat itu. Dengan bantuan dari 2 roda samping dan dituntun bapak, saya menyusuri jalan dusun bak pembalap yang mengitari sirkuit lap demi lap.
Masih lekat dalam ingatan saya ketika bapak memutuskan untuk melepaskan 2 roda bantu dan menggantinya dengan tongkat yang diikat pada belakang sadel. Dengan bantuan tongkat itupula bapak memegang sepeda yang saya naiki, namun jalur yang saya lalui berubah menjadi jalan aspal di luar kampung. Di saat keseimbangan saya mengendalikan sepeda mulai membaik, bapak beberapa kali melepaskan tongkat pegangannya dan membiarkan saya melaju tanpa dipegang. Apesnya, itu bukan momentum bagus untuk saya yang harus merasakan 'ciuman' aspal yang membuat bibir saya berdarah-darah. Bisa ditebak, bapak jadi saasaran amukan ibu saat melihat saya yang pulang dengan tangisan dan bibir berdarah. haha, sory lho pak
Usai lulus belajar bersepeda, saya mulai menaiki sepeda sendiri saat berangkat maupun pulang sekolah, yap, biarpun terkadang masih harus diantar bapak atau ibu.
SDN Balongrejo I
Di sekolah inilah saya berjumpa dengan kawan-kawan baru dan lingkungan baru, saya adalah siswa termuda dalam angkatan kami, 5,5 tahun sekaligus satu satunya siswa yang tidak memiliki background pendidikan Taman Kanak Kanak.
Kagiatan kami sebagai anak SD standar-standar saja, belajar dan lebih banyak bermain. Kami selalu larut dalam permainan gobak sodor, beteng, kasti, sepakbola sampai main karet, gundu dan kartu yang seringkali kami jadikan bahan taruhan. Disaat pagi hari kami belajar di sekolah, sore harinya kami dituntut untuk belajar mengaji di surau sebelah rumah. Usai mengaji, main lagi.
Setiap anak pasti melewati masa bandelnya sendiri sendiri. Itulah yang selalu saya tanamkan dalam hati dan fikiran saya ketika mengingat betapa bandelnya saya saat masih SD. Bayangkan saja, buah jambu air milik warga yang berada di sekitar sekolah selalu saya petik tiap pagi sebelum bel masuk berbunyi dan selalu saja mendapat jatah omelan dari pemilik pohon karena selalu meninggalkan sampah daun.
Sebagai anak dusun, buah adalah hal mewah yang tidak dapat kami temui setiap hari, makanya tiap kali ada petani melon, blewah atau semangka yang panen kami selalu menyempatkan diri untuk nyolong buah mereka. Tidak banyak yang kami ambil, hanya satu atau dua buah tiap anak, dan itupun kadang kami masih memainkan skenario meminta buah kepada kuli timbangan dengan alasan dimarahi sama kuli angkut karena nyolong buah, dan 3 sampai 5 buah melon, semangka atau blewah selalu bisa kami bawa pulang.
Lain buah lain pula ikan dan belut. Saat panen padi di musim hujan, tak ada waktu yang tak sempat bagi kami berburu belut di sawah. Dan satu hal yang harus kamu tahu, kamu memancing belut hanya menggunakan jari tangan yang kami masukkan ke lubang yang kami tandai sebagai sarang belut. Begitu terasa gigitan, langsung kami tarik dan belutpun terbang, saat belut mendarat langsung saja kami gebuk dengan tongkat pemukul. Tapi keseruan kami itu harus kami bayar dengan siap menerima amukan ibu begitu tiba dirumah dengan keadaan penuh lumpur.
*****
Sudah lama saya tidak menjalin komunikasi dengan kawan-kawan saya semasa SD itu, yap, lokasi kami yang berjauhan benar benar jadi penghalang bagi kami menjalin silaturrahmi.
Ada 3 hal yang selalu membuat kami bisa berjumpa, Hari Raya, pernikahan dan kabar duka. Jelang bulan ramadhan tahun 2014 lalu, istri dari seorang kawan saya dikabarkan meninggal dunia setelah melahirkan putra pertamanya, mengeahui kabar tersebut langsung saja saya telpon kawan saya itu untuk mengucapkan bela sungkawa, kemudian di hari idul fitri saya juga menyempatkan diri mengujungi kediamannya.
*****
SMPN 3 Bagor
Memasuki
masa SMP hal-hal tesebut mulai jarang kami
lakukan,tapi sesekali kami masih bermain gangsing dan sepakbola. Kegiatan
kami berubah haluan menjadi lebih terarah pada kegiatan sekolah
seperti bimbingan komputer, dimana masa itu saya baru pertama kali
mengenal barang yang bernama komputer. Bimbingan Bahasa Inggris pun kami
ikuti, begitu juga dengan MTQ, pramuka, musik dan berbagai
ekskul dibidang olahraga. Otomatis waktu kami yang selama ini kami
gunakan untuk bermain mulai tersita dengan berbagai kegiatan tersebut.
Berawal dari sanalah mulai timbul perasaan untuk berontak, kami sering
tidak mengikuti berbagai kegiatan tersebut, dan hukuman selalu siap menghampiri kami yang mangkir.
Namun
yang paling saya ingat dari masa SMP adalah ketika upacara 17 Agustus
2006 (Kelas 8). Ada hal lucu yang bisa saya ceritakan. Pagi itu, layaknya
tanggal 17 Agustus biasanya, kami dikumpulkan di lapangan
untuk diberi pengarahan. Kelas IX dan VIII harus mengikuti upacara
di pagi hari sedangkan untuk kelas VII harus mengikuti upacara sore
harinya.
Bermula saat berangkat, saya dan ketiga orang teman berangkat
menuju tempat upacara yang kurang lebih berjarak 5 kilometer dari
sekolah kami. Saat mulai memasuki dusun kami, kami berhenti dirumah
salah satu teman, kami berunding untuk memutuskan mengikuti upacara atau tidak.Dan hasil dari perundingan itu adalah kami memutuskan untuk tidak ikut upacara, tapi kami malah mancing di sungai yang kebetulan searah
dengan tempat upacara ( konyol banget kan?).
Dan, Eiiiiitttsss waktu kami
nongkrong di jembatan sambil mancing, kami kepergok oleh bapak guru BK. Kamipun kocar-kacir dibuatnya, dengan respon yang cepat kami
langsung loncat kekolong jembatan, tapi dasar nasib sial, tetap saja
ketahuan, kami disuruh naik dan sempat dinasehati. Jujur waktu itu
sebenarnya saya malu sekali, tapi emang dasar lagi nakal ya mau gimana lagi.
Beberapa hari setelah kejadian tersebut, saya bertemu kembali
dengan Guru BK (Bimbingan Konseling) tesebut dalam momen pelajaran
BK, ehhh malah saya disuruh cerita bagaimana kronologi peristiwa tersebut
kepada teman-teman sekelas, saya bener-bener jadi contoh buruk dan jadi bahan ledekan pasca kejadian
tersebut. Tapi kejadian tersebut bisa jadi pelajaran bagi saya, pelajaran
yang pertama, saya jadi berpikir untuk apa sih kami harus lari dan mangkir
saat mengikuti upacara 17-an ? Pelajaran yang
kedua, lain kali kalau mau lari dan tidak ikut upacara jangan sesekali
mendekati tempat upacaranya, atau nasib naas yang kedua siap menghampiri Hahahaha.
Halo pak Anang Dwijo Suryanto, pripun kabarnya, maaf lho pak saya menulis kejadian memalukan itu disini, dan matur suwun untuk bimbingannya. ^_^
Momen SMP terlewati dengan indah setelah ditutup
dengan kelulusan yang kami dapat,dan diakhiri dengan perpisahan.
*****
SMAN 1 Sukomoro
Memasuki
masa SMA kenakalan saya mulai cenderung berkurang, mungkin karena terpengaruh
kondisi lingkungan yang kondusif dan disiplin,atau mungkin juga karena
udah mulai berpikir dan memikirkan seberat apa perjuangan orangtua saat
memperjuangkan hak sekolah kami, dan atau mungkin saja kami mulai belajar menatap jalan kedepan yang
akan dilalui.
Di tahun pertama saya bertemu dengan sosok teman yang memengaruhi banyak hal dalam kehidupan saya, Ia begitu menginspirasi saya lewat semangat, disiplin, kepatuhan serta
ketegasan yang ditunjukkannya dalam setiap tindakannya.Watak,Toto Kromo, tindak tanduk, dan
bagaimana ia bersikap serta memosisikan dirinya dalam suatu
permasalahan membuat saya kagum, hingga saat ini saya merasa Ia sudah
seperti saudara kandung saya, yap, karena kami sangat dekat, bahkan nyontek
pun sering bareng-bareng. haha. Halo bro, Bagaimana keadaanmu saat ini ? enak kan bertugas sebagai tentara ? Semoga ada waktu yang tepat diantara kita untuk bisa saling bercerita, ya, satu waktu.
Di masa SMA pula saya dipertemukan dengan sosok tegas, galak, dan disiplin namun
penyayang dan perrhatian terhadap anak didiknya. Ia adalah Pak Priyatno, S.Pd (Wali kelas saya saat kelas X). Sosoknya bisa membuat kami (saya dan teman-teman) kagum dan segan dalam satu bingkai, terkesan
karena naluri ke-Bapak-an yang ditunjukkannya kepada kami, tidak peduli
kami melakukan kesalahan apapun, beliau selalu menuntun kami kearah yang
benar.Yah, meskipun Beliau sering menghukum kami sebagai konsekuensi atas kesalahan yang kami perbuat, tapi kami tahu bahwa itu ungkapan betapa beliau menyayangi kami sepenuh
hatinya seperti anak kandungnya.
SMA adalah gudang kenangan indah bagi saya karena dipertemukan dengan sosok sosok manusia hebat nan berpengaruh. Ada sahabat saya Cecep si gitaris yang mengajari saya bermain gitar, ada Pak Sairin (Kepala Sekolah), ada Bu Ita (Guru TIK) yang pernah mengejek nilai nilai buruk saya di mata pelajarannya dan akhirnya membuat saya memutuskan untuk mandalami ilmu yang sealiran dengannya. hahaha
Saya
benar-benar menemukan semangat sekolah dalam masa-masa SMA
tersebut, dimana saya dapat menikmati, tanpa ada beban, dan rasanya sekolah
bukanlah satu rutinitas yang membosankan tapi justru
menyenangkan. Selama 3 tahun, kawah candradimuka SMAKOM (SMAN 1 Sukomoro), benar-benar
mendidik dan menempa saya, banyak pengalaman, banyak kenangan dan tentu
saja banyak teman menjadi satu hal spesial dari masa SMA saya. Astaga, sampe lupa, ada satu hal rutin yang terjadi tiap tahunnya di sekolah kami ini, banjir. Bahkan diantara kami, ada satu celetukan yang bilang 'Bukan anak SMAKOM kalo belum pernah ngerasain banjir di sekolah' hahaha, that's one of sweetest moment.
Aah, tapi masa itu sudah berakhir 5 tahun silam, dan tulisan inipun saya terbitkan untuk memeringati 5 tahun kelulusan saya dan kawan kawan pada April 2010 lalu.
Ohya, bagaimana kabar kalian semua hari ini ? Semoga Tuhan selalu mencurahkan kebahagiaan dan keberkahan untuk hidup kalian, tenang saja, aku tak pernah lupa merapalkan doa doa untuk kalian. ^_^
Mari segarkan sejenak ingatan kalian kawan
|
Lapangan Basket |
|
Foto Kenangan Sebelum Kelulusan |
|
Foto Kenangan Sebelum Kelulusan |
|
Foto Kelas XII IPA 1 dengan Ibu Istiqomah |
|
Cengengesanlah dengan elegan ^_^ |
|
Eksperimen hahaha |
|
Hiburan, kadang main catur, kadang main gaple, kadang main remi |
|
Iseng lah dengan hebat hahaha |
|
Buka Puasa bersama, Tahun 2011 |
|
Buka Bersama, 2013 |
|
Buka Bersama, 2013 |
Doa yang kurapal untuk bahagiamu, bahagiaku dan bahagia kita akan jadi pengingat diantara kita. Anto Agung Pratama
sampeyan arek nganjuk to.. :)
BalasHapuswah perjalanan karir sejak bersepeda jatuh bangun hingga berdarah2, sampai leoas sma mas...
itu masuk sdnya muda banget, sekarang di tempat saya minimal 7 tahun boleh masuk sd
iyak mas, saya asli Nganjuk.
Hapuskalo dulu kayaknya belum ada batasan umur untuk masuk SD, kalo sekarang minimal 7 tahun dan sudah masuk TK
Mengenang masa sekolah memang sangat menyenangkan, tiap orang pasti punya kenangan yang takkan terlupakan. Karena bawah sadar sudah menyimpannya dengan baik sekalipun kita tak pernah merasa mengingat untuk menyimpan dalam ingatan.
BalasHapusMakasih dengan kisahnya jadi terhibur.
bener banget pak, untungnya memori selalu siap memilah kenangan yang akan disimpan. ^_^
Hapuscatatan nostalgia nih... manteps...
BalasHapusheuheu, sekedar mengingat masa lampau ^_^
Hapus