Berkaca Namun tak Bercermin



Saya sedang mencoba bertanya kepada diri sendiri, kepada siapakah seharusnya kita bisa benar-benar percaya untuk menggantungkan hidup ? Seruputan kopi mengantar saya untuk berdialog dengan masa lalu.

Sebagai manusia, seringkali saya ceroboh dan tanpa pikir panjang melakukan hal-hal yang berpotensi menyulitkan diri saya sendiri. Padahal, saya mungkin orang yang amat beruntung karena dikelilingi orang-orang yang siap 'membentengi' kesalahan saya, 'membentengi' dalam artian siap ngomelin menasehati dan mendinginkan suasana. Sampean pasti tahu atau mungkin pernah merasakannya, setiap kesalahan yang sampean lakukan akan dibayar dengan omelan ataupun makian, tapi saya tidak, kalau makian saya ibaratkan sampean sedang 'digebukin', tapi 'benteng' yang saya terima ibarat saya sedang 'disembelih'. Yap, bermodalkan 'pedang tajam', 'leher' saya langsung 'digorok'.

Entah saya yang ra nduwe getih (tidak punya darah, red-jw) atau emang saya yang bakat ndableg, beberapa kesalahan pernah saya ulangi, salahnya sepele tapi akibatnya bikin nyesek saya sendiri. Satu setengah tahun lalu saya harus terima nasib dicutikan dari perkuliahan gara-gara telat bayar pendaftaran ulang, sepele kan ? biaya daftar ulang cuma 250.000 rupiah, tapi saya gagal menyisihkan uang gaji saya. Pada fase kantong kritis, saya coba menyelamatkan kuliah saya dengan nyari uang pinjaman dari kawan dan dari si bos apes dan kampret banget nggak ada yang bisa ngasih pinjaman, bahkan saya udah gatel banget pengen masukin laptop saya ke pegadaian tapi niat itu saya urungkan karena laptop sudah seperti saudara bagi saya. Dan akhirnya sampean bisa tebak, SAYA DICUTIKAN !! NYESEK !!

Lain kasus tapi sama nyeseknya. Awal tahun 2013 lalu saya 'kejatuhan durian busuk' dari over kredit motor. Over kreditnya dari saudara sih, tapi gara-gara saya nggak cerita ke orangtua, kawan dekat yang sudah seperti saudara dan beberapa orang yang saya yakin siap membantu saya kalau kesusahan, saya diomelin abis abisan. Orangtua saya ngomel karena merasa tidak di uwongke, kawan dekat serasa saudara ngomel karena tau resiko yang akan saya tanggung, bahkan montir bengkel langganan saya juga ikut memberi siraman religi pasca saya ambil over kredit motor. Masalahnya sederhana, mereka takut karena tidak adanya pembicaraan lanjut mengenai bagaimana pengembalian uang DP saat cicilan motor udah lunas. Dan hasil dari ceramah orang-orang tersebut saya rasakan hasilnya saat saat sekarang ini, bagaimana tidak, 'saudara' yang ngasih over kredit yang di awal bilang udah santai aja tiba tiba minta uang cicilan 2 bulan, kan gilak. padahal 2 bulan pertama cicilan itu motor dia yang pake, kalo suruh gantiin DP mungkin masih realistis, ini cicilan 2 bulan men ! gilak !

Selain bego, saya juga goblog, bagaimana tidak, semester lalu saya hampir dicutikan lagi karena kasus yang sama, aku ki ancen asu tenan og. Sudah tau punya pengalaman buruk, lha kok masih kecemplung lagi di lubang yang sama, tapi Gusti Allah bekerja dengan misterius dan menurunkan kerjaan review yang hasilnya bisa saya pake buat bayar uang kuliah. lega sekaligus menggoblok goblokkan diri sendiri.

Marah ? jelas saya marah. Ketika saya dicutikan untuk pertama kali, orang-orang yang tidak mau memberikan pinjaman uang adalah sasaran kemarahan saya. Saya sumpahi mereka, saya maki-maki mereka, bahkan saya berikan cap pelit tak berperikamenusianaan, tapi melalui mimpi. ^_^
Sampai kemudian kasus hampir dicutikan part kedua datang, entah kenapa ketika orang tidak memberi pinjaman kepada saya, otak saya tiba tiba tenggelam dalam, dalam sekali sampai menyentuh dasar mimpi mimpi saya, mereka berdialog, gantian saya yang dimaki maki oleh otak dan mimpi saya.

"Goblog kamu, kamu tahukan kalau uang adalah penyakit termanis, ketika kamu menggenggamnya, ia  menjadi racun, ketika kau tidak menggenggamnya ia menjadi radiasi nuklir, apapun jadinya, ia akan tetap membunuhmu. Kalau kamu sadar, harusnya untuk urusan uang, sudah harus kamu siapkan setiap awal gajian, kalau keteteran dan kesusahan kan kamu sendiri yang nanggung, dasar bego. "

Inti dari kasus yang saya alami sebenarnya sederhana, ketika melihat dari balik kaca nafsu menuntun saya untuk segera bertindak entah baik atau buruk hasilnya, tapi saya lupa menggunakan cermin untuk mengukur kemampuan saya, mengukur kesiapan saya dan melihat peluang terburuk yang akan menimpa saya.

"Orang gila bekerja dan taat pada Tuannya, Mimpi, Orang waras bekerja menjilat pada Tuannya, Nafsu." -Asep Cireng-

Hai, saya Admin blog ini, Anto !

Jikalau tulisan saya bermanfaat monggo share it ! ^_^

Comments

2 komentar:

  1. Perencanaan keuangan itu harus dipersiapkan. Memang benar bahwa rezeki itu Tuhan yang ngatur, sayangnya kita selalu menyepelekan bahwa Tuhan itu memberikan rezekinya dengan cara-cara yang logis. Interospeksi dengan kemampuan diri yang terukur dengan menggunakan cermin, bukan kaca apalagi kacamata

    BalasHapus
  2. wah leres kang, terima kasih wejangannya ^_^

    BalasHapus