[CERBUNG] Kecoak Bujang #3

Kecoak Bujang #1
Kecoak Bujang #2

     "Seberapa sering hidupmu diliputi iri ?" tiba tiba saja pertanyaan itu menyeruak didalam kepalaku.

     Pasca di tolak Seruni, semangatku untuk mendekati kecoak kecoak betina menurun drastis, entahlah, rasanya aku tak rela jika sampai gagal membuat Seruni menjadi sebagian jiwaku.

     Beberapa bulan silam di kantor lamaku, kupingku dibuat panas oleh si kutu busuk Baron. Sepele penyebabnya, ia menjadikan hubungannya dengan si Raina untuk meledekku, sebenarnya sudah biasa bagiku untuk menerima berbagai ledekan dikarenakan aku sendiri selain sebagai manajer dan penasehat adalah pembuat suasana meriah atau bolehlah kalian bilang tukang ledek yang cerewet di kantor.

     "Hei Ron, bagaimana Seruni ? Lekaslah kau jadikan daripada disamber orang nanti. Kau ini kaya dan tampan, apa masih ada alasan bagi Seruni untuk menolakmu ?" Ia nyerocos saja padahal mulutnya penuh tersumpal

     "Halah, kau ini, macam mudah saja kau dapat Raina, kalau bukan aku yang ada di depanmu mana mungkin Raina mau dengan kutu busuk macam dirimu haha" tawaku memenuhi seisi ruangan

     "Aah, itu cuma masalah keberuntungan, ada atau tidaknya dirimu tidak memengaruhi Raina yang sudah terlanjur jatuh pada cintaku Ron"

     "Nah, itu juga yang jadi masalahku, Seruni si kembang desa itu juga belum masuk dalam ruang lingkup keberuntunganku"

     "halah, pintar kali kau ngeles, mati diterkam sepi kau nanti jika tak lekas kau dapatkan Seruni hahaha"

     "Bangsat," aku mengutuki ucapan Baron dalam hati

     Baron, ia adik kelasku di Sekolah dulu, ia adalah anak yang pendiam tapi punya gagasan gagasan besar yang ia pendam dalam diamnya. Hingga satu waktu ada lowongan pekerjaan di kantor lamaku, aku berinisiatif menariknya sebagai karyawan, paling tidak penghasilan dari kantorku ini bisa ia buat jalan jalan mencari darah.

     Perlahan tapi pasti, nasib baik berpihak dan menghinggapi Baron, ketika pertama masuk dulu ia adalah OB yang tiap pagi menyajikan teh di mejaku, kemudian ia dinaikkan menjadi supir pengantar barang, naik lagi menjadi tukang las, naik lagi menjadi teknisi sampai pada akhirnya menjadi kepala teknisi yang penghasilannya bisa jadi hampir sepadan denganku ketika masih menjadi bosnya.

     Aku sebenarnya menyukai anak itu, ia senang dengan pekerjaannya, gampang bergaul, easy going, dan tentunya ia adalah makhluk penggila ilmu. Tapi kadang Tuhan punya skenario sendiri, aku berpindah dari kantor ke organisasi dan nasib baik yang menghampiri Baron. Kalau boleh jujur, gajiku di organisasi jauh lebih besar dan menjanjikan jika dibandingkan gajiku sebagai manajer kantor, tapi ternyata gaji besarku tak menjamin bahagia padaku, aku lebih sering ditikam sepi. Berbeda dengan baron, si kutu busuk itu dapat durian runtuh, kondisi pekerjaannya membaik, dan ditambah juga dengan hadirnya Raina. Belum lagi foto foto mesranya dengan Raina, foto liburan dengan kawan kantor yang dulunya adalah bawahanku, serta fotonya dengan kendaraan dan pakaian bagusnya menghiasi akun social medianya yang membuatku menafsirkan bahwa Baron memang telah mencapai kebahagiaan.

     Keadaan si Baron yang kupandang lebih baik dan lebih bahagia dariku itulah yang melahirkan rasa iriku. Padahal mungkin saja ia pun memandangku lebih bahagia dan bernasib lebih baik karena aku memiliki kekayaan berlimpah. Toh tiap makhluk punya sudut pandang yang berbeda, yang tak bisa disamakan.

     Mungkin saja sumber keberuntungan dan kebahagiaan Baron adalah 'badai yang ia tuai dari angin yang ia tebar' bisa saja kan, mungkin saja dulu ia adalah orang yang menjadi penyebab kebahagiaan bagi orang lain. Dan mungkin juga kekayaan yang aku miliki sekarang ini bersumber dari sedikit harta yang pernah kubagikan kepada kawan yang membutuhkan. Ah, biarlah aku dibilang sombong, toh bisa saja memang begitu sifatku.

     Kembali ke Seruni, mungkin penolakannya bisa juga berdasarkan sifat buruk yang aku miliki, aku adalah pembohong, tukang iri, suka memandang rendah, dan belum lagi kata-kata kotor yang seringkali keluar dari mulutku. Mungkin ia sudah membaca bahwa tak akan ada kebahagiaan yang lahir dari kecoak pembohong bermulut busuk dan suka memandang rendah.

     Brengsek, aku tak bisa menyimpan rasa iri ku lebih dalam. Sudah ditikam sepi, masih saja terancam digilas iri.

Bersambung....

Hai, saya Admin blog ini, Anto !

Jikalau tulisan saya bermanfaat monggo share it ! ^_^

Comments

2 komentar:

  1. wah baron beruntung sekali ya,hehehe sebaiknya sifat iri yang kamu suka harus segera dihindari deh :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga demikian deh mbak, si aku ini memang orang yang kompleks sifatnya

      Hapus