Karena Nyali Kami Lebih Besar

Entah bagaimana mulanya, tapi saat ini saya menganggap Tangerang Selatan adalah kampung halaman kedua bagi saya, kampung halaman pertama dan utama, tentu Nganjuk.

Berawal dari merasa bahwa ini (Tangerang Selatan) adalah kampung halaman saya, maka secara sadar tak sadar saya mulai beradaptasi dengan lingkungan dan bahkan mulai membiasakan diri, bahkan dengan ke-tidak tertibannya, polusi udaranya, polusi suaranya dan lain lainnya.

Pagi tadi disela kesibukan kerja saya (baca : ngopi di warung), iseng iseng sekalian nyari sarapan, saya coba nyebrang lewat jembatan penyebrangan yang ada di depan kantor walikota Tangerang Selatan. Yap, biasanya tiap kali nyebrang jalan, saya tinggal nyelonong dari titik manapun di trotoar. Dan pagi tadi, saya dibuat miris dengan keadaan jembatan penyebrangan yang saya lewati. aslinya mah biasa aja, nggak miris miris amat

Bagaimana tidak miris, lha wong jembatan penyebrangan yang harusnya difungsikan untuk menyeberangi jalan ini malah dijadiin tempat nongkrong anak anak sekolahan sebelah. Selain alih fungsi jadi tempat nongkrong, jembatan penyebrangan satu ini juga jadi lahan tukang tanaman, nggak sampe yang diatas sih, cuma dibawah doang, etapi nggak papa ding, jadi ijo dan adem.

Selain 'alih fungsi lahan', kondisi jembatan penyeberangan yang tidak terawat juga membuat kurang nyaman meskipun hanya sebentar melewatinya. Banyaknya coretan cat semprot di sana sini, mending kalo coretannya bagus dan 'nyeni' kayak DISINI, lha ini blas nggak ada seni seninya sama sekali. Gimana ada seninya, lha wong yang ditulis cuma nama almamaternya, come on cuy, kalo elu nggak bisa nggambar, mending nggak usah nggambar, bego amat sih.

Kemudian sampah plastik dan bekas botol minuman juga dibiarkan berserakan dan juga masih ada saja orang yang memasang spanduk di jembatan penyebrangan. Parahnya lagi, itu spanduk milik Pemkot Tangerang Selatan. Damn, ironis. Dan makin runyam karena peran oknum penempel iklan sedot WC dan tukang antena dan parabola.

Tapi untungnya manusia disini bernyali besar, cuma orang orang bernyali cetek yang nyebrang jalan lewat jembatan penyebrangan. Jembatan penyebrangan itu cuma hiasan, biarpun nampak wujudnya, ia adalah hal yang tersia-sia pembangunannya. Lagipula nyebrang jalan tanpa melewati jembatan penyebrangan kan lebih efektif, cepat dan nggak bikin engap karena harus menaiki tangga, jadi ngapain harus pake jembatan penyebrangan !

Ini penampakannya :


Aset tukang tanaman, adem cuuy
pelaku vandalisme tolol
penuh coretan dan iklan
Akhirnyah bersih, lumayan botol plastik bisa ditimbang haha
iklan
When we destroy something created by man, whe called it Vandalism. But, when we destroy something by nature, we called it Progress. -Ed Begley JR-

Hai, saya Admin blog ini, Anto !

Jikalau tulisan saya bermanfaat monggo share it ! ^_^

Comments

2 komentar:

  1. Wah di Pekanbaru jembatan penyebrangan nya dipake untuk jualan, jual sisir, kaos kaki dll (tapi nggak semua sih). Masih bagusan disana ada tumbuhan nya walopun ada pemiliknya wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha, namanya juga usaha, asal ada lapak diki, sikat

      Hapus