#13thDays : Sepasang Mata Seberkas Cahaya

aah..Terlalu manis judul yang saya pakai kali ini.

Sebelum saya berlanjut dan terlanjur menuliskan artikel ini, jika nantinya ada kata-kata saya yang menyinggung dan tidak pantas terucap,saya mohon maaf.

Minggu pagi kemarin dengan seluruh semangat liburan saya, sedikit merasa terusik dengan adanya panggilan masuk, dan pak bos dengan suara paraunya meminta saya untuk menjemput tukang pijit langganannya untuk diantarkan kerumah beliau. Dan langsung begitu saja cerocosan omelan dan keluhan saya keluar tanpa terkontrol. Tak berselang lama, motor bebek honda revo milik saya telah keluar gerbang dan siap saya kendarai menuju rumah sang tukang pijit.

Motor bebek hijau saya terparkir rapi dibawah pohon palem depan kontrakan bapak tukang pijit yang akrab saya panggil pak sukiwa. Pemijit tunanetra asli sumedang dengan skill pijitnya yang tak perlu diragukan.Sudah beberapa kali saya bertemu dengan pak sukiwa, untuk keperluan yang sama, entahlah tapi dari beberapa kali pertemuan saya dengan beliau saya belum pernah iseng/kepo bertanya-tanya. Dan baru pagi kemarin saya mencoba memulai obrolan, setelah kata pertama yang saya ucapkan,pembicaraan kami mengalir begitu saja sampai tak terasa sudah sampai di tujuan, dengan bantuan pegangan tangan saya,beliau saya antar memasuki rumah pak bos.

Selain cerocosan-cerocosan saya, selama obrolan dalam perjalanan saya banyak introspeksi diri, manusia macam apa saya ini yang hanya disuruh menjemput tukang pijit dihari libur kerja ngomel-ngomel,sedangkan tukang pijit yang saya bonceng sama sekali tak ngomel atau ngeluh karena hari minggu tetap kerja. Bah,sampe ngerasa ketusuk ulu hati saya, bukankah Tuhan menabur rizki untuk makhluknya tanpa memandang hari minggu atau bukan, tanggal merah atau hitam, siang maupun malam.

Maka nikmat Tuhan mana yang tak aku dustakan ?


Saya salut kepada bapak tukang pijit yang (mohon maaf) tuna netra, beliau beruntung mungkin tak pernah mengalami perihnya kelilipan, tapi betapa tak mendustakan nikmat bahwa beliau juga tak pernah melihat betapa carut-marut lingkungan sekitarnya. Tak dapat menyaksikan menyaksikan hal-hal indah nan mengharukan pun tak menjadi siksaan, karena mereka juga dilindungi akan menyaksikan hal-hal buruk nan memuakkan.

Mata adalah pintu sekaligus jembatan antara tubuh dengan dunia luar tak heran bila ada masalah dengan indra yang satu ini bisa menjadi penghalang serius bagi penyandang tuna netra berinteraksi dengan lingkungan. Bahkan terbersit dalam otak bodoh saya, apakah para penyandang tuna netra itu tak pernah takut akan kegelapan, sedangkan saya yang menulis artikel ini memiliki phobia akan gelap. Mereka hebat berjuang meski dalam gelap, bukan sembarang orang tentu yang mampu berjuang seperti itu.
Mata memerlukan cahaya untuk bekerja, karena itulah Tuhan selalu mengulangi putaran bumi setiap paginya.dan Bukankah Tuhan-Mu pula yang membuka matamu agar engkau melihat bahwa tanpa kau mintapun Ia selalu tahu yang kau butuhkan. -Udin Copet-

Hai, saya Admin blog ini, Anto !

Jikalau tulisan saya bermanfaat monggo share it ! ^_^

Komentar
    Blogger Comments
0 komentar:

Posting Komentar